Universitas Airlangga Kerja Bareng Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Gelar Literasi Lingkungan Guna Antisipasi Pemanasan Global


Universitas Airlangga Kerja Bareng Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Gelar Literasi Lingkungan Guna Antisipasi Pemanasan Global

Reporter : N. Suhendra



Redaksi Jatim, Sidoarjo – Berawal dari kepedulian akan cuaca dan iklim yang cenderung tidak ramah terhadap makhluk hidup sehingga terjadi pemanasan global. Universitas Airlangga bersama Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menggelar penguatan literasi iklim dengan menggandeng generasi muda dan komunitas untuk lebih peduli iklim dan lingkungan.

Penguatan literasi itu juga sebagai bentuk peringatan hari lingkungan hidup sedunia yang menghadirkan beberapa akademisi dan praktisi iklim serta sejumlah UPT BMKG di Jawa Timur, digelar di Balai Desa Larangan, Candi, Sidoarjo, Kamis (1/7).

Dr. R. Azizah perwakilan Unair mengatakan, pentingnya pemahaman untuk generasi muda dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Mengingat regenerasi pegiat peduli lingkungan harus terus dilakukan.

“Karena kita semua tahu dampak dari perubahan iklim dan lingkungan ini sangat besar. Mulai dari pemanasan global, perubahan suhu yang tak menentu hingga ancaman kekeringan dan mencair nya es di kutub utara ini, sudah menjadi urgensi bagi kita semua utamanya generasi muda,” kata Dr. Azizah.

Menurutnya, dari dampak yang diakibatkan perubahan iklim itu generasi muda harus tahu dan harus kita sadarkan melalui berbagai cara termasuk penguatan literasi iklim tersebut.

“Bumi kita ini hanya satu, bumi kita harus kita jaga bersama oleh karena itu kita dari hulu ke hilir menyadarkan semua pihak mulai dari diri kita sendiri dan lingkungan sekitar,” ungkapnya.



Ia menegaskan penguatan literasi iklim adalah bentuk tri dharma perguruan tinggi universitas airlangga, yang dimana di dalam lingkup pendidikan ada mata kuliah pengelolaan lingkungan hidup dan di pengabdian masyarakat juga termasuk penguatan literasi ini yang bekerjasama dengan BMKG.

Azizah menambahkan pentingnya meminimalisasi dampak perubahan iklim melalui, implementasi, implementasi, adaptasi dan mitigasi sedini mungkin melalui gerakan nyata dengan cara promotif dan preventif.

Climatolologist BMKG Pusat, Siswanto menerangkan memahami data dan fakta perubahan iklim sangat penting untuk dasar kepedulian anak muda terhadap lingkungan.

“Perubahan iklim dunia kita hingga akhir tahun 2022 kemarin itu suhu permukaan bumi sudah meningkat 1,15°celcius terhadap suhu rata-rata era industri dimulai, hal itu menandakan bahwa bumi kita terus memanas,” terang Siswanto.

Siswanto menambahkan jika prediksi BMKG di tahun 2023 ini ada potensi munculnya El Nino atau bencana hidrometeorologi pada September hingga akhir tahun ini.

“Jika itu berbarengan dengan trend pemanasan global yang terus meningkat, maka suhu bumi kita berpotensi lebih panas dari tahun 2022 lalu. Namun kami bersama lembaga lain memprediksi bahwa El Nino tahun ini cenderung lebih lemah atau sedang dibandingkan sebelumnya,” ungkap Siswanto.

Pihaknya menjelaskan yang menjadi perhatian bersama adalah generasi negara kita saat ini menempati urutan pertama, atas hasil survei lembaga dunia yang mengatakan bahwa tingkat kepedulian masyarakat terhadap perubahan iklim dan lingkungan sangat rendah.



Untuk menjembatani antara dua stqke holder tersebut, Ketua Komunitas Peduli Lingkungan Mutiara Berkah Berseri, Soejono menegaskan, program kampung iklim harus makin digelorakan oleh pemerintah. Mengingat, kondisi lingkungan dan perubahan iklim di Indonesia khususnya di Jawa Timur mulai cenderung mengkhawatirkan dari ulah secuil manusia hingga bencana bisa sewaktu waktu datang tanpa ada warning terlebih dulu dan lingkungan kita saat ini sedang tidak baik-baik saja.

“Target pemerintah pusat saat ini melalui kementerian dan dinas terkait membentuk 20 ribu kampung iklim, yang difokuskan untuk mitigasi dini dampak dari perubahan iklim itu sendiri,” terang Soejono.

Pria yang juga dikenal sebagai salah satu ketua RW di Sidoarjo ini juga telah menerapkan zero ware house atau bank sampah tanpa gudang, sebagai upaya mitigasi perubahan iklim dan mendorong putaran ekonomi desa melalui pemanfaatan sampah daur ulang.

“Progam ini dapat memilah 66 jenis sampah non organik melalu zero ware house. Selain itu kami juga membuat kebijakan internal terkait penerapan bank sampah tersebut terhadap warga,” tambahnya.

Berbagai aksi nyata dilakukan komunitas ini, misalnya dengan melakukan denda jika warga melakukan pemotongan pohon di luar pekarangan mereka.

Sementara itu Kepala Desa Larangan Agus Siswanto mengapresiasi literasi iklim yang melibatkan banyak pihak tersebut, ia mengatakan pemerintah desa siap mensuport dan mendukung apa yang menjadi kepentingan umum apalagi menyangkut lingkungan hidup.

“Kegiatan seperti ini memang sangat diperlukan agar generasi muda sadar dan melek akan lingkungan, mulai dari pola pikir dan penerapan di lingkungan sekitar.” pungkasnya.(suh)

Berita Terkait

Top